Google for Media hadir kembali untuk keempat kalinya dengan tema “Strengthening democracy through informed journalists and citizens” untuk memperingati Pekan Literasi Media 2020.
Google berkomitmen untuk memerangi konten ilegal termasuk disinformasi dan misinformasi secara serius di platformnya. Tanggung jawab ini dilakukan melalui kolaborasi dengan media, masyarakat sipil dan pemerintah. Pada acara hari ini, Google.org mengumumkan hibah kepada MAFINDO dan MAARIF Institute sebesar US$800.000 untuk memberikan edukasi literasi media dan digital kepada lebih dari 26,000 dosen, guru dan mahasiswa.
“Pemerintah Indonesia menyambut baik hibah ke-4 yang diberikan Google.org, untuk mendukung berbagai organisasi lokal baik itu pemeriksa fakta, komunitas literasi digital dan lembaga sosial masyarakat yang memiliki visi yang sama, yaitu untuk memerangi misinformasi melalui program bernama Tular Nalar. Saya harap program Tular Nalar ini akan memberikan solusi dan membantu dosen, guru dan mahasiswa untuk memiliki ketahanan terhadap misinformasi dan disinformasi melalui edukasi literasi media dan digital,” ungkap Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam sambutannya.
Selain itu, ada pula diskusi bersama MAFINDO, AMSI dan AJI mengenai “Fighting the common enemy of misinformation”
(kiri-kanan) Jason Tedjasukmana, Septiaji Eko Nugroho, Wahyu Dhyatmika, Revolusi Riza
Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium dari MAFINDO mengatakan: “Karena Indonesia adalah negara dengan keberagaman yang sangat tinggi, membuat misinformasi menjadi ancaman yang sangat serius, tidak hanya untuk isu politik, tetapi juga isu-isu rasial dan juga isu-isu terkait dengan kesehatan atau pun juga kebencanaan. Upaya-upaya untuk kolaborasi, merapatkan barisan para pemangku kepentingan, menjadi sangat penting. Kami disini mewakili ekosistem periksa fakta yang saat ini tumbuh berkembang di Indonesia dan ini akan terus kami perjuangkan.“
Wahyu Dhyatmika, Editor in Chief Majalah TEMPO dan Sekretaris Jenderal AMSI menambahkan:
“Ini adalah hal yang baru bagi kami di media, karena biasanya kami saling berkompetisi untuk mendapatkan berita ekslusif. Tapi sekarang, contohnya saat live fact checking debat presiden 2019, newsroom yang biasanya saling berlomba, disitu malah bekerjasama dalam satu ruangan. Menurut saya, ini terjadi karena kesadaran kami bahwa misinformasi dan disinformasi merupakan masalah yang tidak bisa diatasi hanya oleh satu pihak. Jadi kami memutuskan untuk saling berkolaborasi mengatasi masalah ini.
Revolusi Riza, Head of News Gathering, CNN Indonesia TV dan Sekretaris Jenderal, AJI menyampaikan: “Menurut saya misinformasi adalah masalah yang sangat serius, karena literasi publik yang cukup rendah, sehingga masyarakat sering kali menerima informasi secara mentah, tanpa cross check dan verifikasi. Itulah mengapa masalah ini harus kita atasi bersama untuk meningkatkan literasi publik.”
Narasi juga turut menjadi pembicara untuk berdiskusi mengenai “Connecting young audiences with investigative reporting”
(kiri-kanan) Amanda Valani, Wafa Taftazani, Maulida Sri Handayani
Amanda Valani, Head of Content dari Narasi mengatakan: “Sewaktu kami menerima kabar bahwa kami memenangkan GNI YouTube Innovation Funding, kami langsung berpikir bahwa visi Narasi harus dimulai dari sini karena pada tahun 2018 itu juga merupakan tahun kedua Narasi. Untuk itu, kami ingin lebih mengembangkan misi menyuburkan ekosistem konten digital dan juga bisnis Narasi.”
“Kami pun membuat proyek dengan tujuan ingin mengajak banyak content creator yang memiliki keterampilan video, ilustrasi, motion grafis, penulis, juga seniman mural yang bisa kita suntikkan nilai-nilai jurnalistik dalam karyanya. Alasannya adalah supaya mereka tidak hanya membuat karya tetapi juga bisa berkolaborasi. Jadi bukan antara Narasi dengan satu individu kreator saja, tapi antara mereka juga bisa berkolaborasi membentuk satu output format karya yang baru melalui showcase-nya Narasi,” tambah Amanda.
Dalam hal news judgment, Narasi memberikan ilmu tentang bagaimana membuat konten dan karya jurnalistik melalui materi workshop yang fokus pada empat bidang, mulai dari video journalism, basic-basic journalism, storytelling, dan personal branding. Materi ini akan membantu para content creator untuk membuat karya yang bisa masuk ke dalam platform Narasi.
Maulida Sri Handayani, Head of Content Research dari Narasi menambahkan: “Ada hal yang memerlukan strategi lebih banyak dan lebih besar ketika ingin menjadi produsen konten yang relevan buat anak muda. Dan yang penting adalah cross promotion dari media sosial karena kita ada acara yang disiarkan di televisi, sehingga bagaimana caranya supaya audiens mau menonton yang lebih panjang di YouTube, tetapi tetap kita perbincangkan di media sosial lain, seperti Twitter dan Instagram.”
MAARIF Institute, MAFINDO dan Love Frankie berbagi lebih dalam tentang usaha yang mereka lakukan untuk memberantas hoax dalam diskusi “Empowering students and teachers to help prevent the spread of hoaxes”
(Kiri-kanan) Ryan Rahardjo, Khelmy K. Pribadi, Santi Indra Astuti, Juli Binu
Santi Indra Astuti, Head of R&D dari MAFINDO menyampaikan: “Kami meluncurkan program bernama Tular Nalar, yang berarti menginfeksi orang-orang, siapapun itu dengan cara berpikir yang kritis ketika kita menerima informasi dari berbagai pihak. Nah sasaran utama kami adalah sekolah, tapi juga nanti akan meluas pada komunitas-komunitas lainnya. Kami mempersiapkan beberapa hal, mulai dari kurikulum sampai tools pembelajarannya, sehingga kami harapkan bisa menjadi salah satu pendukung dari pembelajaran online yang berada di tengah kita saat ini.”
Khelmy K. Pribadi, Program Director dari MAARIF Institute menambahkan: “Kami berharap, program Tular Nalar dapat menjangkau kurang lebih 5.500 guru, 1.200 dosen, di kurang lebih 23 kota di Indonesia. Dari sini, kami akan menggelar lebih dari 100 kelas online. Nah dengan jumlah sebesar itu, program ini tidak akan berlangsung tampa bantuan banyak pihak di dalamnya, seperti dukungan pemerintah dari Kemendikbud, Kemenag, kemudian Kemkominfo, tidak luput dukungan dari masyarakat, seperti Muhammadiyah dan juga ASPIKOM. Semoga dengan usaha kami bersama, ini bisa menyiasati situasi pandemi yang banyak membatasi kita.
Juli Binu, Project Manager dari Love Frankie mengatakan: “Kurikulum Tular Nalar memiliki delapan kompetensi yang berfokus pada media dan digital literasi. Kami juga akan memproduksi delapan video yang bekerjasama dengan YouTuber dan influencer untuk memperkuat proses pembelajaran dari delapan kompetensi tadi. Selain itu, kami juga memiliki platform pembelajaran yang dapat diakses dimanapun, kapanpun, dan dapat didownload secara gratis oleh siapapun.